Ananda Berulah Ayah Bunda Tahan Amarah
Dalam ilmu jiwa, akar dari amarah adalah ketidakpuasan terhadap sesuatu. Bukan perkara yang mudah untuk mengendalikan amarah ketika anak sedang berulah. Ayah Bunda berharap Ananda bisa bersikap disiplin sesuai dengan yang diminta. Ayah Bunda mengharapkan Ananda belajar setiap malam, namun justru Ananda bermalas-malasan asyik dengan HP androidnya. Maka, reaksi Ayah Bunda akan marah dan bisa saja berteriak pada Ananda. Anehnya, reaksi amarah tersebut bukannya menyelesaikan persoalan, justru menambah permasalahan baru. Anak semakin melanjutkan kebiasaan tersebut. Sementara Ayah Bunda mengalami kelelahan yang sangat ketika harus marah setiap saat. Akan tetapi, tak bisa dipungkiri bahwa tidak mudah menahan amarah, meski setelah amarah diluapkan yang terjadi adalah penyesalan Ayah Bunda. Selain penyesalan, juga akan mengakibatkan luka pada mental Ananda.
Perlakuan sejak usia perkembangan, apalagi pada usia-usia emas, sangat berdampak pada Ananda ketika dewasa kelak. Sudah tentu Ayah Bunda tidak berharap Ananda kelak menjadi pribadi yang emosional, bahkan tanpa tahu kenapa dirinya menjadi pemarah. Hal ini disebabkan perlakuan ketika usia perkembangan Ananda sering mendapatkan luapan amarah Ayah Bunda. Maka, Ayah Bunda tentu tidak ingin ketika sudah beranjak menua, Ananda justru bukan menjadi penyejuk hati, melainkan menjadi duri keluarga. Meski demikian, Ayah Bunda berhak marah secara bijak (hangat) ketika Ananda bermalas-malasan saat Adzan telah berkumandang. Namun, sebelum amarah, tentu Ayah Bunda telah memberikan pemahaman dan pentingnya untuk sholat tepat pada waktunya, serta sholat di masjid bagi laki-laki. Seringnya Ayah Bunda marah sebanyak itu hanya terkait permasalahan duniawi. Ananda merasa rendah di mata dalam pelajaran tertentu. Yang pada akhirnya, Ayah Bunda hanya menuntut prestasi duniawi. Hal ini akan membuat Ananda hanya lelah dengan tujuan duniawi yang sementara dan menipu.
Apa saja yang bisa dilakukan Ayah Bunda ketika Ananda membuat ulah, mengecewakan, dan sulit dinasehati, sehingga mengundang amarah Ayah Bunda? Ketika rasa kecewa kepada Ananda hadir, maka detik pertama yang bisa dilakukan Ayah Bunda adalah mengubah fokus atau dengan memikirkan hal baik dan menggemaskan. Cobalah untuk mengingat seluruh kelebihan Ananda. Apabila amarah Ayah Bunda belum reda, mendiamkannya (dengan posisi Ayah Bunda duduk) menjadi teknik yang luar biasa dibandingkan harus mengeluarkan kata-kata yang menghancurkan mental Ananda. Senjata Ayah Bunda biasanya adalah membandingkan Ananda dengan anak lain atau mengatakan perilaku negatif Ananda. Dan, apabila mengingat Allah lalu berlindung kepada-Nya dari kejahatan setan, maka akan menghasilkan ketenangan hati secara signifikan. "Dan bila datang kepadamu bisikan setan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-A'raf: 200). Bila salah satu dari kamu marah dalam keadaan berdiri, hendaklah dia duduk; bila kemarahannya masih belum hilang, hendaklah ia berbaring. (HR Ahmad).
Selanjutnya, Ayah Bunda dapat menggunakan senjata doa, agar senantiasa mendapatkan perlindungan dari keburukan. Doa merupakan senjata mutakhir untuk menembus pintu-pintu langit. Saat Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam melihat seseorang sedang marah besar, beliau bersabda, "Aku akan ajarkan kalimat-kalimat, kalau dia membacanya akan hilang kemarahannya. Kalau dia mengucapkan 'A'udzubillahi minas syaithoni ar rajiim,' pasti akan hilang amarahnya." (HR Bukhari dan Muslim). Dengan semakin tenang berbicara pada Ananda, akan membuat Ananda memahami kesalahannya. Hal ini dapat terus dilatih Ayah Bunda untuk bersikap hangat pada Ananda daripada harus berteriak dan memaki, yang justru akan membuat Ananda semakin tak terkendali.